Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kakanwil Kemenkumham) Aceh Meurah Budiman, memimpin upacara Hari Bakti Pemasyarakatan (HBP) ke-60 yang dilaksanakan di halaman Lapas Kelas IIA Banda Aceh, Sabtu (27/4/2024).
Upacara tersebut dihadiri pimpinan tinggi pratama Kemenkumham Aceh, unsur Forkopimda Aceh, Kepala UPT, perwakilan pegawai dari Kantor Wilayah dan UPT sekitar, dan sejumlah peserta upacara lainnya.
Selanjutnya, usai pimpin upacara HBP tersebut, Meurah Budiman, mengatakan terkait isu peringatan Hari Bakti Pemasyarakatan ke 60, tentunya berdampak terhadap apa yang sudah dibina dan dilatih terhadap Napi sehingga tidak adanya penolakan ketika mereka nantinya berada ditengah-tengah masyarakat.
“Kita harapkan setelah mereka bebas dari lapas pembinaan dilapas juga bisa mengambil peran untuk bisa menyesuaikan diri ditengah tengah masyarakat nantinya,” ujar Meurah Budiman, kepada awak media.
Lebih lanjut, Meurah Budiman, mengatakan ada beberapa program pembinaan yang dilakukan dilapas Kelas IIA Banda Aceh. Selain program pembinaan kemandirian, tentunya juga ada program kepribadian, juga program pembinaan reintegrasi sesama warga binaan.
“Tentu utamanya adalah program pembinaan spritual keagamaannya,” tutur Meurah.
Sementara itu, terkait program keterampilan, kata Meurah Budiman, diberikan sesuai dengan bakat dan kemampuan, seiring dengan sarana prasarana yang ada di Rutan Lapas yang ada di Aceh.
Meurah mengatakan pihaknya akan terus melakukan peningkatan yang terbaik bagi para Napi, tanpa diskriminasi tanpa pungli dan juga peningkatan di bidang pembinaan.
Kemudian itu, lanjutnya tidak hanya program pembinaan, program reintegrasi juga penting dilakukan, sehingga banyak narapidana bebas nantinya, seperti Pembebasan Bersyarat (PB) dan revisi berjalan dengan baik dengan harapan mereka semua berkelakuan dengan baik secara administrasi dan preventif.
Sementara itu, terkait narapidana mati dan seumur hidup, kata Meurah Budiman, tetap terus masih dalam proses pembinaan. Karena tidak semua hukuman mati bisa dilakukan eksekusi, tentu ada ketentuan masa waktu yang diberikan untuk mengajukan grasi dan pengajuan PK.
Pada prinsipnya, sebut Meurah Budiman, semua jenis pidana yang dijalankan di Lapas tetap mendapatkan perlakuan yang sama. “Hanya saja dari segi status keamanannya,” ucapnya.
Intinya, kita harapkan kepada mereka tetap menjalankan pidana dengan baik, tidak takut dengan vonis hukuman yang sudah ada. Artinya ada tahapan untuk mereka berubah terkait masa pidana yang bonusnya itu dengan mengajukan grasi ataupun mengajukan PK tentunya.
Lanjutnya, terkait over kapasitas di Lapas yang ada di hampir seluruh Aceh, dalam menanganinya, Meurah Budiman, mengatakan utamanya adalah tetap melakukan peningkatan kualitas penanganannya lewat program berintegrasi sehingga mereka cepat bebas.
“Kalau kita tambah Lapas pun, penghuninya akan bertambah terus. Artinya di sini kita coba menekan angka tidak menjadi over kapasity. Kita padukan dengan program pembinaan agar mereka cepat dibebaskan,” jelasnya.
Lebih lanjut, dikatakan Meurah Budiman, jumlah warga binaan di seluruh Aceh hampir mencapai 7.900 orang. “Itu 65 persen kasus narkoba, selebihnya tindak pidana umum lainnya,” papar Meurah.
Untuk itu, sambung Meurah, diharapkan, sejak mereka ditahan pun pihaknya sudah langsung melakukan Cek and Ricek kembali terkait kasus penahanan mereka sehingga tidak ada yang over staying atau kadaluarsa masa penahanan.
“Kalau memang nanti ada habis masa penahanan kami nanti langsung berkoordinasi dengan pihak kejaksaan , kepolisian dan pengadilan yang berhak. Artinya hak hak mereka terpenuhi semuanya. Tujuannya adalah dalam rangka mengurangi kondisi data overkapasitas,” pungkasnya.
Sumber :apjn