Hujan deras yang melanda Pijay, Bireuen, Pidie dan beberapa daerah lainnya di Aceh, sejak pagi Sabtu (21/1/2023) sampai Minggu (22/1/2023) menimbulkan bencana banjir.
Akibat bencana banjir tersebut, sekitar 819 hektare tanaman padi yang telah ditanam di areal persawahan di Pijay, Bireuen dan beberapa daerah lainnya terendam banjir.
“Laporan yang masuk pada kami dari daerah, tanaman padi yang sudah di tanam di sawah terendam banjir seluas 819 hektare. Selain itu ada juga bibit padi, yang sudah tumbuh, juga banyak yang terendam banjir,” kata Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, Ir Cut Huzaimah MP didampingi Kepala UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Aceh, Zulpadli SP, MP kepada awak media.
Cut Huzaimah dan Zulpadli menyatakan, luas areal tanaman padi yang telah terendam banjir tersebut, baru laporan dari dua daerah yaitu Pijay dan Bireuen.
Di Pijay, areal tanaman padi yang terendam banjir meliputi 43 gampong yang tersebar di 6 kecamatan, yaitu Meureudu, Trienggadeng, Meurah Dua, Ulim, Bandar baru dan Panteraja.
Sedangkan di Bireuen meliputi 23 Gampong yang tersebar di tiga kecamatan yaitu Peusangan, Jeumpa, Peusangan Siblah Krueng dan Peudada.
Di Kabupaten Pidie, menurut informasinya, ungkap Zulpadli, ada beberapa kecamatan juga dilanda banjir, di antaranya Padang Tiji, Simpang Tiga, Tangse dan lainnya.
“Namun berapa hektar tanaman padi petani yang telah terendam banjir, Distanbun setempat belum melaporkannya ke Distanbun Aceh,”tutur Zulpadli.
Selain tiga daerah tersebut tadi, kata Zulpadli, di daerah lainnya juga ada tanaman padi yang terendam banjir, namun para kelompok taninya belum melaporkan, seperti Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tamiang dan lainnya.
Kabid Produksi Distanbun Aceh, Safrizal yang dimintai penjelasannya terkait bantuan yang akan diberikan terhadap tanaman padi petani yang rusak dan mati akibat terendam banjir mengatakan, tanaman padi petani yang rusak dan mati akibat terendam banjir, akan diganti dengan bantuan bibit padi yang baru dari Kementan.
Namun sebelum bantuan bibit padi yang baru itu disalurkan, ada mekanismenya lebih dahulu, yaitu pendataan tanaman padi yang rusak dan mati di lapangan.
Setelah itu baru dibuatkan usulan permohonannya kepada Kementan. Setelah didata, tidak langsung, bantuan bibit padi yang baru, dibagi.
Distanbun Aceh, kata Safrizal, tidak punya stok bibit untuk mengganti tanaman padi petani yang rusak dan mati akibat bencana alam, seperti bencana alam banjir.
“Untuk mengganti tanaman padi petani yang rusak dan mati, akibat bencana alam, Distanbun Aceh mengajukannya ke Kementan,” tegas Safrizal.
Anggota DPRA dari Fraksi PAN, Asrizal yang dimintai tanggapannya mengatakan, untuk membantu areal sawah petani yang terendam banjir, Pemerintah Aceh bersama Pemerintah Kabupaten/Kota dan instansi vertikal lainnya perlu bergerak cepat, jika masih menginginkan ketahanan pangan lokal dan nasional tetap kuat, serta jumlah penduduk miskin di Aceh berkurang, pada Maret 2023 mendatang.
Bencana alam banjir yang merendam areal tanaman padi petani dan tanaman lainnya, menurut Asrizal, salah satu faktor pendukung penambah jumlah penduduk miskin di desa, jika pemerintah setempat dan atasannya, lamban mengatasinya.
Contohnya bencana banjir yang melanda Aceh Tamiang pada akhir November dan Awal Desember 2022 lalu. Ribuan hektar tanaman pangan dan hortikultura, termasuk padi terendam air banjir.
Usai banjir, pemerintah melakukan pendataan kerusakan tanaman pangan dan horti, tapi aksi penanganan dari pendataan tersebut agar areal sawah petani bisa ditanami kembali, belum dilakukan secara maksimal.
Kalau Pemerintah Aceh bersama Pemerintah Kabupaten/Kota, ingin menurunkan jumlah penduduk miskin di daerah, pasca bencana alam banjir, lahan sawah petani yang terendam banjir dibersihkan kembali dan petani dibantu mengolah sawah dengan traktor milik pemerintah, diberikan bantuan bibit dan pupuk gratis, sehingga petani bisa kembali berproduksi dan berpendapatan normal kembali.
Pemerintah Aceh, kalau dikatakan daerahnya termiskin di Pulau Sumatera, pasti tidak nyaman, kata Asrizal. Tapi aksi cepat yang dilakukan pasca bencana banjir, gimana cara menormalkan kembali mata pencaharian petani/nelayan, buruh UMKM, di gampong dan desa, belum melakukannya secara maksimal.
“Bantuan yang dibutuhkan masyarakat, pasca banjir bukan hanya sembako, tapi bagaimana menormalkan kembali lahan dan tempat usahanya, agar bisa kembali berusaha dan lainnya,” ujar Asrizal.