Pria yang diketahui asal Pidie Jaya (Pijay) namun kini bermukim di luar Aceh itu dilaporkan ke Polda Aceh atas dugaan penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW dan masyarakat Aceh melalui unggahan konten di media sosial.
Kesepakatan ini tercapai dalam sebuah pertemuan yang digelar pada Selasa, 4 November 2025, di Aula Kantor Satpol PP dan WH Aceh.
Pertemuan tersebut difasilitasi oleh Dinas Syariat Islam Aceh, Satpol PP dan WH Aceh, serta Dinas Pendidikan Dayah Aceh, sebagai bentuk respons atas keresahan masyarakat terhadap konten yang diunggah oleh Dedi Saputra.
Kepala Dinas Syariat Islam (DSI) Aceh, Zahrol Fajri menyampaikan, bahwa pihaknya telah menerima banyak laporan dari masyarakat dan Ormas Islam terkait aktivitas Dedi di media sosial (medsos).
Dalam unggahannya, Dedi yang mengaku telah berpindah keyakinan dan menganut Agama Kristen, diduga menyampaikan ujaran yang menghina Nabi Muhammad SAW serta merendahkan masyarakat Aceh.
Baca juga: Buntut Pria Nikahi Kambing Dilapor ke Polisi, MUI Gresik Minta Pelaku Dihukum Pasal Penodaan Agama
“Sudah berulang kali kami menerima laporan dari masyarakat. Hari ini kami mengundang Ormas-ormas Islam dan OKP untuk menyatukan sikap,” terangnya.
“Kami sepakat bahwa tindakan Dedi Saputra tidak bisa ditoleransi dan harus diproses secara hukum,” ujar Zahrol.
Zahrol menjelaskan, bahwa Dedi Saputra diketahui berasal dari Kabupaten Pidie Jaya, namun saat ini berdomisili di luar Aceh.
Karena itu, ia tidak dapat dijerat dengan Qanun Syariat Islam yang berlaku di Aceh.
Sebagai gantinya, laporan akan diajukan berdasarkan pelanggaran terhadap Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta Pasal Penodaan Agama dalam KUHP.
“Karena dia berada di luar Aceh, kami akan menuntutnya melalui pasal-pasal yang berlaku secara nasional,” papar Kepala DSI Aceh.
Baca juga: Kasus Dugaan Penistaan Agama oleh Seleb Aceh, ISAD Minta Pemerintah Bentuk Satgas Pengawasan Medsos
“Seperti Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A ayat (2) UU ITE dan Pasal 156a KUHP tentang Penodaan Agama. Ancaman hukumannya bisa mencapai enam tahun penjara,” jelas Zahrol.