-->
×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Bupati Aceh Besar Terima Kunjungan Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan KLHK, Bahas Tata Kelola Sampah

Kamis, 14 Agustus 2025 | Agustus 14, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-08-14T15:09:08Z
KOTA JANTHO — Bupati Aceh Besar, H. Muharram Idris atau yang akrab disapa Syech Muharram, menerima kunjungan Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Kebijakan Wilayah dan Sektor, dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Widhi Handoyo, SKM., MT di Gedung Dekranasda Aceh Besar, Kecamatan Ingin Jaya, Kamis (14/8/2025).

Pertemuan ini menjadi ruang dialog penting membahas berbagai persoalan lingkungan hidup di Aceh Besar, khususnya masalah pengelolaan sampah, keterbatasan infrastruktur, dan status aset-aset strategis yang selama ini menjadi kewenangan provinsi.
Bupati didampingi Asisten II Sekdakab Aceh Besar M. Ali, S.Sos, M.Si, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Muwardi, SH, perwakilan Bappeda, dan perwakilan Dinas PUPR Aceh Besar. Sementara dari pihak KLHK hadir Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Kebijakan Wilayah dan Sektor, Widhi Handoyo, SKM., MT, yang didampingi Muhammad Farid Fahmi. Turut hadir juga Kadis LHK Aceh, Dr. Ir. A. Hanan, S.P., M.M.

Dalam kesempatan itu, Bupati Muharram Idris menekankan bahwa masalah sampah di Aceh Besar sebenarnya bukan terletak pada tidak adanya Tempat Pembuangan Sementara (TPS), melainkan pada minimnya sarana pendukung seperti kotak sampah, kontainer, dan armada pengangkut. Apalagi, luas wilayah Aceh Besar yang hampir mencapai 3.000 km² membuat tantangan penanganan sampah semakin besar.

“Terkait pengelolaan sampah, semua pihak ingin melakukannya, tapi kami masih terbentur dengan status aset yang menjadi kewenangan provinsi. TPA Blang Bintang itu milik provinsi, dan sampai sekarang belum ada kewenangan yang diberikan kepada kabupaten untuk mengelolanya,” tegasnya.

Bupati menilai, seharusnya provinsi memberikan hak kelola atau minimal wewenang pengelolaan kepada kabupaten/kota agar penanganan lebih cepat dan tepat sasaran. “Banyak investor yang tertarik mengelola sampah di Aceh Besar, tapi kami tidak punya otoritas. Provinsi seakan hanya tahu soal iuran, tetapi tidak mengurus teknis pengelolaan,” ujarnya.

Dengan nada retoris, Bupati bertanya, “Apakah sampah ini akan menjadi sahabat atau musuh kita? Itu semua tergantung pada bagaimana kita mengelolanya.”
Selain masalah TPA, Bupati juga menyoroti aset provinsi lain yang berada di wilayah Aceh Besar, seperti sumber daya galian C dan air. “Semuanya diambil dari Aceh Besar, tapi tidak ada kontribusi yang kembali untuk daerah. Ini ibarat mati tak segan, hidup pun tak mampu. Kenapa tidak diberikan saja pengelolaannya kepada daerah,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Bupati juga menyampaikan permintaan bantuan peralatan pengolahan sampah, mulai dari bank sampah, mesin pemilah (screw conveyor), mesin pencacah plastik RDF, mesin press multi fungsi, pembubur sampah organik, pengayak kompos, mesin ekstrusi plastik, rotary komposter, kontainer, hingga mesin pirolisis.

Kepala Dinas LHK Aceh, A. Hanan, mengungkapkan bahwa kondisi di TPA Regional Blang Bintang saat ini sangat memprihatinkan. Semua sampah masuk tanpa pemilahan karena minimnya alat. “Setiap hari masuk sekitar 300 ton sampah, sementara alat berat seperti ekskavator masih sangat kurang,” ujarnya.

Menurut Hanan, pihaknya akan mendorong kabupaten/kota untuk memilah sampah dan memastikan setiap kecamatan memiliki TPS. Ia menambahkan, penggunaan teknologi pengolahan sampah berbasis listrik tidak memungkinkan saat ini karena jumlah sampah belum mencapai kapasitas 1.000 ton per hari.

Meski begitu, ada kabar baik. LHK Aceh baru saja mendapat bantuan dua unit ekskavator dari PT. Hutama Karya Tol untuk membantu pengelolaan sampah di TPA Blang Bintang. “Kami berharap Aceh Besar juga bisa membantu tambahan alat berat,” kata Hanan.
Sementara itu, Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Kebijakan Wilayah dan Sektor, Widhi Handoyo, menegaskan komitmen kementerian untuk menuntaskan masalah sampah di seluruh daerah. “Kementerian menargetkan pada 2029, Indonesia bebas sampah. Itu artinya program penanganan harus segera berjalan,” ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa pengelolaan sampah harus dilakukan dari hulu hingga ke tengah, bukan hanya dari hulu ke hilir. “Kalau hulu ke hilir saja tanpa ada pengelolaan di tengah, tidak akan efektif. Hulu itu pengurangan, tengah itu pemilahan dan pengolahan, dan hilir itu pembuangan akhir,” jelasnya.

Terkait permintaan mesin dan alat pengelolaan sampah, Widhi menyarankan Pemkab Aceh Besar segera mengajukan surat resmi. “Nanti akan kami coba koordinasikan dengan deputi dan menteri. Mengingat ini kementerian baru di era Presiden Prabowo, mekanismenya tentu harus kita sesuaikan,” tambahnya.
Audiensi yang berlangsung penuh keterbukaan ini diakhiri dengan komitmen bersama untuk memperkuat koordinasi antar pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten, demi terwujudnya pengelolaan lingkungan yang lebih baik di Aceh Besar.
×
Berita Terbaru Update