ACEH BARAT - Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Aceh Barat terus berupaya memberikan, layanan prima bagi masyarakat di kabupaten itu, dengan cara mengintegrasi pelayanan yang selama ini dilakukan secara konvensional kini menuju digitalisasi, lewat layanan berbasis aplikasi internet.
Kehadiran aplikasi berbasis digital ini pun membuat publik lebih mudah dalam mendapatkan layanan untuk kebutuhan administrasi. Layanan berbasis digital ini bukan sekedar memberi ruang kemudahan secara administrasi, tetapi juga berhasil mewujudkan zona Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM), serta mampu memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) melebih target.
Kepala Dinas PUPR Aceh Barat, Kurdi, mengatakan, di tengah keterbatasan digital transformasi ini bukan sekadar bentuk modernisasi administrasi, melainkan strategi fundamental dalam meningkatkan PAD, mendorong efisiensi layanan publik, serta menciptakan ekosistem investasi yang transparan dan berdaya saing.
“Langkah ini menjadi fondasi penting dalam mewujudkan wilayah birokrasi bersih dan transparan [WBK-wilayah bebas korupsi], sekaligus mempercepat realisasi investasi yang pada akhirnya berdampak positif terhadap PAD, baik dari sektor perizinan, retribusi, maupun peningkatan nilai aset daerah,” kata Kurdi, kamis, 17 Juli 2025.
Kinerja positif tersebut tercermin dalam laporan pengelolaan keuangan daerah tahun anggaran 2024. Tidak hanya berhasil mengoptimalkan efisiensi belanja, Dinas PUPR juga mencatat peningkatan signifikan dalam realisasi PAD, yang menjadi salah satu indikator keberhasilan tata kelola pembangunan daerah.
Berdasarkan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) yang disampaikan kepada Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat pada Rabu (9/7), Dinas PUPR berhasil merealisasikan PAD sebesar Rp357,3 juta, atau mencapai 316,20 persen dari target awal sebesar Rp113 juta.
Kurdi mengungkapkan bahwa capaian tersebut tidak terlepas dari implementasi transformasi digital, salah satunya melalui Sistem Informasi Tata Ruang Aceh Barat (Sitrab) yang diluncurkan pada tahun sebelumnya. Aplikasi ini memungkinkan publik untuk mengakses informasi spasial, zonasi pemanfaatan ruang, hingga persyaratan pendirian bangunan secara daring melalui laman resmi http://pupracehbarat.id.
“Sebelum kehadiran Sitrab, masyarakat maupun investor sering kali mengalami kesulitan dalam memperoleh kepastian status dan legalitas suatu lahan. Kini, siapa pun dapat memverifikasi secara langsung apakah suatu lokasi dapat digunakan untuk perumahan, usaha, atau kawasan industri,” ungkapnya.
Dengan dukungan fitur peta interaktif serta basis data Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), Sitrab mampu mempercepat proses perizinan sekaligus meminimalisasi potensi praktik-praktik tidak transparan seperti pungutan liar dalam penerbitan izin pemanfaatan ruang.
Kehadiran Sitrab turut melengkapi upaya Dinas PUPR Aceh Barat dalam pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, yang menjadi prasyarat bagi kelancaran mobilitas masyarakat dan distribusi barang. Dalam konteks ini, peningkatan PAD dapat bersumber dari sektor konstruksi, perpajakan usaha, retribusi bangunan, hingga pariwisata yang tumbuh seiring dengan perbaikan aksesibilitas wilayah.
“Di sinilah pentingnya sinergi antara pembangunan fisik dan transformasi digital. Ketika digitalisasi mampu mempercepat arus perizinan serta mendorong terbentuknya pusat-pusat ekonomi baru melalui penataan ruang yang tertib, maka kebutuhan infrastruktur pun akan mengikuti dinamika pertumbuhan ekonomi masyarakat,” tambahnya.
Kurdi juga menegaskan bahwa transformasi digital tidak seharusnya terbatas di tingkat kabupaten. Pemerintah desa juga perlu diberdayakan untuk memanfaatkan teknologi digital dalam proses perencanaan dan pembangunan, termasuk dalam penggunaan Dana Desa untuk pembangunan jalan lingkungan.
“Apabila sinkronisasi data antara pemerintah desa dan kabupaten dapat terwujud, maka pembangunan tidak akan tumpang tindih, dan PAD desa pun dapat bertumbuh melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) atau sektor jasa yang berbasis pada tata ruang yang tertata dengan baik,” ujar Kurdi. Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, digitalisasi bukan lagi pilihan, melainkan suatu keniscayaan.
Pemerintah Kabupaten Aceh Barat telah memulai langkah tersebut. Tantangan ke depan adalah menjaga kesinambungan transformasi ini, memperluas kolaborasi lintas sektor, serta meningkatkan literasi digital di kalangan masyarakat. “Dengan demikian, visi Aceh Barat sebagai daerah yang mandiri dan berdaya saing dapat terwujud. PAD bukan sekadar angka nominal, melainkan refleksi dari keberhasilan transformasi sistemik menuju masa depan yang lebih baik,” imbuhnya.