Dalam rangka memperingati 20 tahun bencana tsunami Aceh 26 Desember 2004, Museum Tsunami Aceh menggelar Pameran Temporal Kebencanaan Tahun 2025. Kegiatan ini resmi dibuka pada Rabu, 9 Juli 2025, di aula utama Museum Tsunami Aceh.
Pameran tersebut diharapkan menjadi sarana edukatif bagi masyarakat dalam memahami pentingnya mitigasi bencana dan langkah-langkah evakuasi saat bencana terjadi.
Kepala UPTD Museum Tsunami Aceh, M. Syahputra Azwar, mewakili Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Almuniza Kamal, menyampaikan bahwa pameran ini merupakan bentuk pengingat sekaligus pendidikan kebencanaan kepada publik. Menurutnya, setelah dua dekade berlalu sejak peristiwa tsunami, kepedulian terhadap mitigasi bencana dinilai mulai menurun.
“Kami melihat kunjungan masyarakat ke museum terus meningkat. Namun, tidak semua dari mereka memahami tindakan yang harus diambil ketika bencana terjadi. Pameran ini hadir untuk menjawab kebutuhan itu,” ujar Syahputra di hadapan para tamu undangan.
Pameran ini dirancang dengan pendekatan visual dan interaktif, dan dijadwalkan berlangsung selama enam bulan. Namun, pihak museum membuka kemungkinan perpanjangan hingga peringatan tsunami pada 2026, jika respons publik masih tinggi.
Syahputra juga menyampaikan apresiasi kepada pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan konten pameran, terutama Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) dan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah I Aceh yang turut mendukung dengan data dan materi kebencanaan.
Pameran ini secara khusus menargetkan generasi muda, terutama mereka yang berusia di bawah 20 tahun, yang tidak memiliki pengalaman langsung terhadap peristiwa tsunami.
“Mereka tidak memiliki memori tentang tragedi ini. Maka penting bagi kita untuk mengedukasi mereka agar ketika bencana datang, mereka tahu apa yang harus dilakukan. Bencana tidak bisa dihindari, tapi dampaknya bisa diminimalkan,” tambahnya.
Kegiatan ini diharapkan tidak hanya menjadi ruang mengenang masa lalu, tetapi juga menjadi media pembelajaran aktif yang menyampaikan informasi mitigasi secara aktual dan relevan.
Kepala Pelaksana BPBA, Teuku Nara Setia, yang hadir meresmikan pembukaan pameran, menegaskan pentingnya menjaga ingatan kolektif masyarakat terhadap peristiwa tsunami.
“Pameran ini sangat strategis, bukan hanya untuk mengenang, tetapi juga untuk mengingatkan kita semua, terutama generasi muda, tentang pentingnya kesiapsiagaan,” ujarnya.
Menurutnya, bencana adalah bagian dari dinamika alam. Namun, tanpa kesiapan dan pemahaman yang cukup, peristiwa alam bisa berubah menjadi bencana besar yang menimbulkan korban jiwa dan kerugian.
Teuku Nara juga menyebutkan bahwa Aceh merupakan wilayah rawan bencana, mulai dari gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, hingga potensi letusan gunung api. Banyak jenis bencana tidak dapat diprediksi secara pasti, sehingga kesiapsiagaan masyarakat menjadi kunci penting.
Ia juga memberikan apresiasi kepada tim Museum Tsunami Aceh, mitra komunikasi kebencanaan, dan para relawan yang telah berperan aktif dalam menyukseskan kegiatan ini.
“Kolaborasi seperti ini penting untuk membentuk budaya tangguh bencana yang inklusif dan berkelanjutan,” tutupnya.